Langsung ke konten utama

Koala and duo Musketeers.

Bulan lalu, menikmati wangi Bandung dan mengucapkan salam perpisahan. Berterimakasih untuk lebih dari 4tahun mengizinkan aku menjadi satu diantara banyak manusia yang mendiami tanahnya, menghirup udaranya, mengomentari ini itu kemacetannya dst. 

Bulan lalu, lepas Idul Adha ke8 yang kujalani tanpa mama papa dan adek, lengkap dengan perasaan sedih karena harus mengucapkan perpisahan juga untuk seseorang yang dengan baik nya datang dan bersedia menjadi teman ditempat asing: pekerjaan. Meski pada akhirnya, aku bersyukur karena ternyata kita belum benar-benar harus berpisah, tapi rasa malu tidak bisa diredam lagi. Sukses untuk menghindarinya, mendiamkan hadirnya, salah tingkah lalu akhirnya menyerah dan mengutarakan semua kekesalan yang berbalut bahagia itu. Dia tidak jadi pergi. Kita belum harus berpisah.

Dalam 2bulan pertemanan kita, awal bulan lalu, Idul Adha itu, adalah salah satu momen yang terlalu dalam tersimpannya. Terlalu rapih dan sudah mengambil tempat permanennya. Meski hanya dua hari saja, perjalanan yang terlewati, setiap tempat yang kita kunjungi, jalan yang dilalui, dan senja hingga larut malam yang menenangkan, mampu membuka lembar demi lembar diri yang, aku tak menyangka, bisa mengungkapkannya dengan leluasa.

Aku merunut banyak mimpi-mimpi. Mendaftarkannya pada ingatanmu. Mulai dari ingin menjadi penulis, penyiar radio, dosen, guru TK, pemilik restoran, punya yayasan atau Daycare, hingga full time mommy. Mimpi terakhir (paling akhir kusebutkan beberapa minggu lalu). 

Kamu bercerita tentang bagaimana jahilnya sikapmu pada Uni dan bagaimana menurutmu Uni terlalu cerewet meski pada akhirnya dia adalah tempatmu ber-iya saat terbentur tak berbentuk lagi, ah ya, apa Uni sudah menikah dan menjadikanmu Mamak? aku lupa apa kita pernah membahas ini, lalu bercerita tentang bagaimana sang Adik menaruh hormat (tak baik jika kutulis, takut) yang lebih pada Uda nya. Ah, apa dia memanggilmu Uda? atau Abang? sekali lagi, aku lupa apa kita pernah membahas ini. Bagaimana saat Ibu yang menyuruhnya pulang namun ia tak kunjung datang, lalu hanya dengan dering telepon darimu, bahkan sebelum kamu mengucapkan salam dan tanya telah lebih dulu disambut pernyataannya, "iyo ko lah dijalan pulang.."

Aku sibuk tersenyum. Sembari mengamati garis wajahmu saat bercerita, membayangkan rasanya punya kakak perempuan dan adik perempuan. Kamu pun bercerita tentang sikapmu yang pernah malas malasan membantu di kedai nasi Ibu. Tentangmu yang ternyata seorang guru!
Percayalah, fakta terakhir yang kamu utarakan saat kita menikmati ayam Recheese sore itu mampu membuatku takjub. Tidak pernah menyangka kamu seorang guru. Lalu, lanjutmu bercerita, bagaimana cara nya kamu mengendalikan anak-anak STM yang tengah bergolak semangat muda nya, tengah berani-beraninya ingin bolos sekolah untuk tawuran, pun tengah galau-galau nya tentang arah hidup selanjutnya. Katamu, perlahan kamu mencoba mendapatkan kepercayaan mereka. Lewat futsal. Salah satu mimpi mu saat kelas 5SD, menjadi seorang pemain bola, seolah menyeruak kembali. Bermain bersama anak-anak didikmu lebih dari mampu memberimu posisi yang lebih baik dihati mereka. Aku menyela dengan komentar, "untung Uda gak ngajar di SMA ya. Bisa heboh ntar anak-anak ceweknya"

Kamu senyum, masih dengan semangat lalu bercerita tentang mimpimu menjadi seorang pilot, yang kemudian harus kandas karena kamu tidak cukup berani menghadapi ketinggian, pengakuanmu seperti itu. Aku memilih percaya. Masih begitu terpesona pada fakta bahwa aku berteman dengan seorang guru. Bukan apa-apa, bagi ku, guru selalu punya tempat yang agung paling tidak di hidupku. Guru dengan semua kesabaran dan kelihaiannya memahami karakter setiap anak didik yang berbeda, mampu mengajarkan ilmu yang sebelumnya mereka tidak tau sama sekali. Kalaulah buku jendela ilmu, maka bagiku Guru adalah ibu dari ilmu. Melalui jendela, kita bisa menatap luas keluar, namun melalui ibu, kita mampu melihat kedalam diri. Mama ku seorang guru, salah satu alasan subjektif ku menghormati status seorang guru.

Perjalanan kita masih berlanjut hingga bertambah satu lagi teman perjalanan singkat itu. Kelu patah lidahku saat harus mengganti sapaan dari "Pak" menjadi "Aa". Aku senang, sungguh. Bisa merubah sapaan terlalu formal dan terlalu tua untuk seumuran kita. Namun menjadi rumit bagi ku saat harus bertemu kembali dan ragu harus memanggilnya apa. Lalu melalui pesan singkat saat aku memberanikan diri menyebutnya "Aa" ketika menanyakan jadwalnya padamu, kamu membalasnya dengan, "besok Pak Sidiq masuk kok". Ya Tuhan, aku pias. Pupus sudah bahagia menginformalkan hubungan pertemanan ku. Paling tidak, kamu tidak mengubah Uda menjadi Pak, karena jika ini terjadi hampir bisa kupastikan, banyak hal menjadi tidak sama lagi. Kita tentu bukan lagi teman saat itu terjadi.

Esoknya aku ingat persis bagaimana kalian dengan semangatnya menyebut nama geng kebesaran kalian, Three Musketeers, terdiri dari Uda, Pak Sidiq dan Pak Riski (?) kalau tidak salah yang terakhir memang pak Riski kan? Aku lupa. Yang pasti saat itu juga jalan bersama duo Musketeers dengan misi menaikkan berat badan kalian jadi paling tidak 60kg menjadi tema tujuan keliling Bandung kita saat itu. Mulai dari request nasi Padang, coklat, hingga eskrim. Tentu saja ini sangat merusak keinginanku untuk diet. Tapi dengan dalih, sekali-sekali aku mengikuti apa saja yang ingin kalian makan. Dan belakangan ku temukan, seseorang berarti di hidupmu ternyata menyebutkan diri nya sebagai penyuka coklat dan eskrim, hmm? (Ingin menyertakan emoticon yang senyum miring dengan alis naik 😆) Baiklah, sebagian besar perempuan dan kaum lainnya dimuka bumi ini tentu tidak akan menolak eskrim dan coklat.

Maka dimulailah perjalanan itu. Makan siang nasi Padang sembari satu dua mengajari pak Sidiq berbahasa minang, menikmati dessert di pondok greentea yang aku saja baru mengetahui keberadaannya saat sedang sibuk mencari tempat makan eskrim sesuai permintaan tamu. Saat ashar masuk, kita beranjak menuju masjid disekitar balaikota, untuk lalu melanjutkan singgah di balaikota. Secara tidaksengaja sedang ada konser ladyrocker disana, "tuh katanya gamau nonton konser sendiri kan?" kata mu membuyarkan lamun ku memperhatikan taman balaikota yang baru sekali itu ku singgahi. Bukan konser yang ku maksud sebenarnya, tapi ya baiklah, poin benar untuk ingatanmu tentang aku yang belum bisa menonton konser sendiri. Tidak ingin berlama-lama mendengarkan ladyrocker kita bertiga memutari labirin pohon yang luasnya tidak sampai setengah bagian produksi. Lalu berdiri di pinggir kolam ikan. Sesekali mempertanyakan jenis ikan apa yang mencuat malu-malu, lalu aku menceritakan kegemaran adikku menangkap ikan parit yang ukurannya sama kecilnya dengan anak-anak ikan yang turut sibuk muncul ke permukaan. Saat kita sibuk dengan pikiran masing-masing, pak Sidiq dengan isengnya mengeluarkan hp dan mulai berswafoto. Tolong sampaikan terimakasihku sangat pada A Sidiq sore itu! Dia juga yang berinisiatif buat foto bertiga malam sebelumnya. Aku sudah bisa dipastikan sungkan untuk mengajak foto bareng, meski itu membuatku benar-benar berusaha keras untuk merekam setiap waktu yang terlewati, tapi aku tetap ingin bukti fisik yang bisa ku simpan kelak saat ingatan ku terkaburkan, paling tidak masih ada foto yang membuktikan kalau ini benar benar terjadi. Bukan khayalku. Sedikit membuka cerita lama, aku pernah merasakan hidup dengan keadaan tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang khayalku saja. Sungguh itu melelahkan. Aku bersyukur dan orang-orang terdekatku lebih lagi, saat akhirnya aku mampu melewati fase sulit itu. Sejak saat itu, aku sangat hati-hati, berusaha mendokumentasikan secara fisik momen momen yang kurasa too good/too sweet/too bad to be true. Jadi, barangkali kamu pun menyadarinya, aku telah mengambil diam-diam siluet perjalanan kita sebelumnya. Saat aku mengekor berjalan masih dengan setengah mengantuk mengikuti langkah mu dari belakang, saat aku makan di Misbar yang biasanya bersama seorang teman baik semasa kuliah, pun saat kita bertiga di taman sejarah. Aku dengan bahagiaku melihat anak-anak bermain di kolam yang nyaris keruh warna nya, dan kalian yang sibuk membaca catatan sejarah di kaca berukir sepanjang pinggir taman. Aku sudah mendokumentasikannya dengan hati-hati.

Lepas maghrib kita bertiga memutuskan untuk menyantap daging malam itu. Lucu nya, disaat orang-orang sibuk menerima daging qurban dan pusing memikirkan akan diolah menjadi apa saja, kita bertiga malah harus mengeluarkan sekian uang untuk menyantapnya hari itu. Diselingi dengan kebodohanku tersedak karena lelucon apalah yang waktu itu terlontar tidak sengaja, aku akhirnya membagi sepertiga bagian daging dengan A Sidiq. Untung bukan di paskhas ya..

Waktu pulang hampir tiba dan drama dimulai dari sini. Aku memilih untuk tidak mengingat detail muara kesal dan penyebab utama tangisku malam itu. Tapi satu hal yang perlu kuucapkan terimakasih, adalah disaat kamu mengambil alih kontrol keadaan. Tepat ketika wajah berlipat dan hawa badmood ku menguar parah, diikuti dengan omelan tiada henti mencoba menjelaskan mengapa aku berhak untuk merasa kesal, kamu dengan tegas nya (hingga membuat aku takut sebenarnya, seperti sedang dimarahi) menghentikan semua kalimatku, menyadarkan kalau yang sudah ya sudah, yang perlu di pikirkan sekarang adalah bagaimana solusi selanjutnya. Saat itu nyali ku menciut. Meski samar, aku yakin mendengar nada suaramu yang sedikit naik. Barangkali kesal karena sikapku yang justru semakin memperkeruh suasana. Lalu aku diam. A Sidiq juga. Beberapa waktu setelahnya, saat bercerita ke mama, aku sepakat dengan mama, bahwa adakalanya teman yang baik tidak hanya mendengarkan tapi juga menjaga agar temannya tidak larut dengan emosinya sendiri. Baiklah, aku memutuskan untuk memaafkan kejadian nada suara yang sedikit lebih tinggi dari biasanya itu. Aku bisa merasakan kenapa Adik hormat sangat ke Uda. Aku bahkan baru dimarahin sekali, tapi keingetan terus, gimana Adiknya........

Terakhir, ini adalah bagian yang paling jelas terekam dalam ingatanku. Setelah drama diatas ditambahi pula dengan kebodohanku menyimpulkan kalau perjalanan singkat kita kali ini adalah semacam farewell karena seterusnya sudah akan berbeda jalan, kita pulang. Barangkali kamu lelah setelah harus mengangkut barang-barang pindahan ke mobil, dan aku yang sudah terlalu buruk suasana hati nya, kita menghabiskan sepanjang jalan dengan diam. Tapi dengan segala kebebalanku, akhirnya aku menangis diam-diam. Mungkin definisi diam tidak lagi menjadi tepat jika ternyata sebenarnya kamu menyadarinya. Tapi ku yakin, tidak. Fisikmu pasti terlalu lelah untuk menyadari bahwa ada anak perempuan yang saking marah dan kesalnya dan merasa bersalahnya, diam-diam menyusut tangis sembari mengalihkan pandang keluar jendela mobil. Bahkan saat aku akhirnya mengalah pada egoku, melesakkan kepala pada punggung jok depan, tempat kamu duduk mendampingi sopir, lalu berulang kali menarik dan membuang napas panjang, ku yakin kamu tidak menyadarinya. Semacam momen dimana aku tengah meletakkan sejenak semua masalah yang belum terselesaikan dengan baik. Kita sampai dikosan. Tak lama selepas semua barang sudah pindah ke kamar baru ku, aku mengucapkan terimakasih. Itu adalah ucapan terimakasih dengan penuh emosi campur aduk, kesal, sedih dan merasa bersalah sudah merepotkan banyak. Uda pulang, dengan wajah letih dan senyum yang dipaksakan. Aku masuk kamar. Menuntaskan beragam emosi malam itu. Rani beberapa waktu jadi sibuk menenangkan dan mas Eko menunggui. Keduanya bingung hingga akhirnya aku terlelap setelah terlalu lelah menangis.

Tepat satu bulan setelahnya, sepersekian tangisku malam itu ternyata tidak beralasan. Karena kita tidak benar-benar berpisah jalan. Masih saja menceritakan beragam kesuekan yang ada. Aku sudah tentu menuntut maaf atas surprise yang kurang menyenangkan itu. Dan setelahnya menemukan keping baru dirimu yang lain. Mungkin karena kita berteman masih dalam waktu yang cukup singkat, maka saat aku menemukan hal baru, itu menjadi lucu. Sebagiannya membuatku semangat untuk menemukan kepingan lainnya, sebagian lagi membuatku surut. Seperti tengah ada di permainan mencari harta karun tersembunyi. Tidak hanya pada Uda, tapi juga pada A Sidiq, Kakak, Mas Eko, Ade, Pak Yudhi dan banyak orang lainnya yang baru masuk ke kehidupan. Semua seperti harus mengumpulkan keping mozaik untuk tau bentuk apa yang tercipta. Terimakasih, aku yakin selelah-lelahnya aku mengucapkan terimakasih, kamu pasti lebih lelah lagi menerima ucapan ini. Entah karena alasan apa lagi, barangkali kamu sudah tidak peduli. Tapi yah, terimakasih. Sisa nya sudah ku masukkan dalam doa. Semoga lain waktu bisa melanjutkan cerita lain dan menjawab tanyaku yang belum tuntas.


Thankyou.
Welcomeback.
Same-same.





Three musketeers paket lengkap. Jadi lengkap karena yang satu nya nikahan 😄
ki-ka : Uda- pengantin wanita -Pak Riski -A sidiq


semoga duo musketeer lainnya segera diizinkan Allah buat walimahan juga, tapi tolong jangan lupa ngundang z 😌

Komentar

Postingan populer dari blog ini

tak pernah ada kata terlambat untuk sebuah kado

baru pulang nganterin biank -my blue notebook- ke customer service nya di gatsu tadi. ditemenin sama murobbiah yang baik hati. nyampe dikosan langsung mendadak mellow. belum berapa jam, kosan udah jadi sepi bangeet tanpa biank , ini aja ngeblog pake laptop nya Geu :'( selama seminggu gabisa liat biank, gabisa nonton, gabisa donlod running man dan barefoot friends, gabisa denger playlist gabisa ngerjain paper opa dan gabisa gabisa lainnya. sedih banget, tapi gapapa demi kesehatan biank kedepannya. really miss my lovely biank {} .  kado tampak depan tadi murobbiah yang baik hati ngasih kado ulangtahun, yang udah disiapin lebih dari sebulan yang lalu. tapi karena kitanya jarang banget ketemu akhir akhir ini jadi kado manis itu belum sempat berpindah tangan. dan kado nya lucuuu, jadi sedihh *loh* kertas kado nya sampe udah lecek banget saking udah lama nya tergeletak pasrah di mobil. tapi tentu ga ngurangin esensi ukhuwahnya dan absolutely esensi isi kadonya, tetep cantiik. yip

ala Chef

Hi! Akhirnya update blog lagi. Btw, hari ini masak. Yah biasa sih, kalau dirumah emang harus masak sendiri, karena Mama kerja, pulangnya baru sore, jadi kalau mau makan sesuatu yang masih anget ya masak sendiri. Nanti z ceritain masak apa hari ini. jari luka Tadi waktu masak ada drama! darah di cangkang telor Jadi tadi mau motong jeruk nipis, karena masaknya di toko dan gak ada talenan (alas buat motong) jadi sok-sok an motong sambil megang jeruk nipisnya, terus yah alih-alih motong jeruk nipis malah motong jari telunjuk ^^ Langsung berdarah. Sebenernya luka nya gak begitu dalam, tapi Z  biasanya kalau luka, darahnya susah berhenti. Padahal papa udah bilang, motongnya di meja aja, dialas pakai plastik. Nanti luka jarinya. Dan kejadian. Karena malu, meskipun perih langsung ditutup pakai tissue. Masih sok-sok an gamau bilang, udah ngabisin dua tissue penuh darah segar dan darahnya sampai tumpah ke cangkang telor, terus dialirin air yang banyak banget, tetep aja darahnya

Zia, pekerjaan dan teman.

Tampaknya satu-satunya alasan Zia masih bersosialisasi dan berhubungan dengan orang-orang ditempat kerja adalah bu Siska. Karena masih ada bu Siska. Karena masih punya tempat kembali untuk berkeluh kesah atau sekedar membahas kejadian bersama orang-orang diluar sana. Karena masih ada sosok yang setipikal dan sama, maka apapun yang kita bahas akan mendatangkan pemahaman yang sama tanpa perlu effort lebih untuk menjelaskan terlalu detail. Atau dalam bahasa singkatnya : hubungan mode hemat energi. Jadi bukan masalah besar harus menghadapi orang-orang diluar sana karena toh masih ada tempat untuk recharge energi karena rasa lelah setelahnya. Namun tentu perasaan yakin yang aku tulis diatas baru terasa saat sampai waktunya kita berpisah. Terdengar egois karena seperti Zia kehilangan tempat recharge energi nya, terbaca seperti ini hanya rasa sedih sepihak yang dipaksakan. Entah apa bu Sis merasakan hal yang sama. Semoga apapun yang terjadi diluar sana akan menjadi hal-hal baik untuk bu Sis d