Langsung ke konten utama

Uda

Belakangan cerita tentang Uda memenuhi beberapa laman. Beberapa postingan memuat Uda, beberapa kisah yang tak selesai ditulis pun ada Uda, satu dua puisi pun berkias tentang Uda. Apa yang membuat Uda menjadi seringkali muncul di beberapa waktu terakhir? Adakah aku tengah mengulang fase cerita lama? Tidak.

Uda kerap kali muncul karena eksistensinya selama 2bulan terakhir benar-benar ada pada hal-hal major. Ataupun hal-hal kecil yang bagiku bisa menjadi spesial karena jarang kudapati pada orang lain. Uda bukan tipikal laki-laki yang akan memberikan jaketnya padaku, meski ia telah bertanya "apa kamu kedinginan?" dan kujawab "ya". Dia pun bukan tipikal yang mengambil peran sebagai big brother pada umumnya, yang akan mengeluarkan kalimat bijak untuk menasehati atau bersikap selalu melindungi.  Hal standar saja, saat tengah menyeberang jalan yang terlalu ramai, jika aku bersama dengan orang-orang yang mengambil peran sebagai big bro seperti bg Yan atau mas Zaki, mereka dengan entengnya menarik (entah itu kerudung, tas, atau tangan) saat aku mulai meleng, tidak manis sama sekali karena diikuti dengan gerutuan trala trili nya. Sedang bersama Uda, selamatkan diri masing-masing adalah cara nya berjalan ditengah ramainya lalu lintas. Sebagai teman pun dia bukan tipikal yang bisa dengan santai nya kuajak main bareng, selfie dengan wajah konyol, atau melakukan hal-hal menyenangkan sebagai teman seperti yang bisa kulakukan saat bersama Ojan, Arijal, Bob, Hendri dan teman lainnya.

Uda sebagai Uda adalah sosok yang akan tertawa menanggapi apapun cerita ku. Padahal jelas-jelas itu bukan lelucon melainkan keluhan, hingga merajuk. Baru saja kenal 2bulan, aku sudah bisa membedakan nada suaranya saat nada suara nya lebih tinggi dari biasanya padaku. Dia kesal, marah barangkali. Baru kenal 2bulan, dia telah paling sedikitnya 3kali ngeles (terlalu jahat jika kutulis, berbohong) padaku. Mulai dari penyebab kaki nya keseleo, penyebab tidak masuk saat harus presentasi hingga keputusan hasil presentasi akhirnya. Meski hanya soal waktu, dia kemudian menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan apa alasannya ngeles waktu itu. Cara nya yang seperti ini sudah tentu membuatku tidak bisa bersikap sama seperti pada teman lainnya yang akan dengan lurus nya percaya pada apapun yang mereka sampaikan, pada Uda hal seperti ini tidak bisa dilakukan. Pada Uda aku butuh waktu dan allowance sebelum bisa benar-benar memasukkan kalimat dan sikapnya sebagai hal yang bisa dipercaya. Ini hal baru bagiku, belajar untuk lebih selektif dan skeptis.

Uda sebagai Uda adalah lawan bercerita yang menyenangkan. Dia akan sesekali mengambil porsi lebih banyak dariku saat bercerita. Dia memberiku kesempatan untuk mendengar lebih banyak dari biasanya. Tapi, uniknya, dia selalu menceritakan banyak hal dengan kalimat yang irit. Sehingga jauh sekali dari kesan laki-laki yang kalau ngobrol bualannya lebih dari ibu-ibu komplek gosip di tukang sayur. Catatan tambahannya adalah, ini hanya berlaku saat kita bertemu langsung. Tidak berlaku jika via chat. Menurut pengakuannya, dia pernah curhat ke teman kosannya hingga menangis perihal pekerjaan. Hal unik nya adalah, tidak seperti teman laki-laki ku kebanyakan yang enggan sekali mengakui kalau mereka pernah menangis, Uda menyebutnya lirih saja.

Imajinasi terliarku tentang Uda adalah, mendapati bahwa yang sebelumnya dia ceritakan tentang MT yang menikah mendekati akhir program MT nya adalah Uda, dirinya sendiri. FYI, selama program MT berlangsung kurang lebih 12bulan, kami terikat kontrak untuk tidak menikah terlebih dahulu. Namun dia pernah bercerita, ada MT yang meminta izin secara personal untuk menikah sebelum masa pendidikannya selesai. Tentu saja yang tau hal ini setelah disetujui hanyalah beberapa orang HRD dan Presdir. Teman MT satu batch nya pun tidak ada yang tahu. Belakangan setelah program MT nya selesai dan dia dinyatakan lulus untuk menjadi supervisor, maka dia menceritakan kalau sudah terikat pernikahan. Imaji ku mengatakan jangan-jangan itu adalah Uda. Entah, meski hanya simpulan sederhana setelah kudapati sebuah nama bertengger manis di akun media sosialnya yang tak kunjung ku follow meski di gembok agar segera bisa dikonfirmasi kebenarannya. Pun namanya tertulis rapi dihalaman awal perempuan itu, dengan ikon cincin didepannya. Imaji mendekati liar ku adalah, katakanlah kalian belum menikah namun telah bertunangan, karena diperjalanan singkat kita ke Bandung tempo hari, Uda bilang target terdekatnya di 2018 adalah menikah. Meski lalu membubuhi dengan kalimat, jika seandainya memang sudah jodohnya dan sudah rezekinya, tapi kurasa imaji mendekati liar ku sangat mungkin benar adanya. Sebagai seseorang yang telah mempropose untuk menjadi seorang teman, aku turut mendoakan apa-apa yang terbaik semoga disegerakan Allah.

Dalam 8minggu ku mengenal Uda dan didalamnya hanya bertemu tidak lebih dari 10 kali saja karena aku sudah langsung dikirim untuk training di Balaraja, Tangerang tepat 5hari setelah aku resmi menandatangani kontrak sebagai MT, aku menilai sejauh ini Uda adalah tipikal laki-laki yang bersih saja. Bukan pesolek, bukan metroseksual. Bersih. Secara fisik, tidak terlalu tinggi dan sedikit kurus. Saat pertama kali kenalan, sepintas aku melihat bayangan Om Adun di Uda. Om Adun sebelum dia menikah. Khas laki-laki minang. Garis wajah yang tegas. Alis rapat yang menaungi mata nya membuatnya semakin terlihat kokoh. Tulang pipi nya terangkat jelas saat ia tersenyum. Garis rahangnya menampakkan wajahnya yang agak tirus. Daun telinga nya sedikit tinggi seperti daun muda yang kokoh disaat dauh-daun lainnya telah gugur. Matanya tajam namun sorot matanya teduh. Sedang ujung rambutnya patah, serupa jarum, kaku, satu-satu tak menggumpal. Kesimpulannya, wajahnya khas laki-laki minang tulen, bukan peranakan, bukan pula yang besar di perantauan. Mirip betul dengan Om Adun. Maka aku sudah tidak lagi heran saat segelintir anak operator grasak grusuk dan heboh menceritakan tentang Uda.

Itu adalah sedikit gambaranku tentang Uda sebagai Uda. Seseorang yang belakangan rajin menjadi topik kisah yang berseliweran untuk dituliskan. Sejujurnya alasan lain aku memborbardir banyak postingan tentang Uda adalah agar aku sudah segera tidak punya apa-apa lagi yang bisa kutuliskan tentang Uda. Agar aku bisa segera lepas dari ke-koalaanku pada Uda. Aku ingin, segera mengakhiri kekoalaanku terhadap Uda. Meski Uda hadir di banyak momen major selama 2bulan terakhir, tapi aku ingin segera mengcut banyak hal yang membuatku senantiasa merasa bergantung. Aku ingin seutuhnya independen. Aku ingin, kelak jika harus bersandar, jika harus menopangkan kepala sejenak, jika harus berpegang sebentar, memang hanya pada orang yang menjadikan aku pun sebagai tempatnya bersandar sejenak. Tentu setelah pada Rabb dan keluarga. Maka sebisa mungkin aku tengah berusaha keras untuk menguras habis semua topik bahasan tentang Uda. Aku belum akan mengucapkan salam perpisahan hanya sudah mulai membangun pagar baru untuk hubungan kedepannya. Hal yang sama yang sedang kulakukan pula pada Fik. Aku senang ketika disaat biasanya aku sudah pasti akan memborbardir waktunya dengan beragam cerita keluh kesal ku, kini saat dia menanyai, "apa semua baik-baik saja?" Aku sudah mampu menjawabnya dengan mantap, "tidak semuanya baik, tapi sebagian besar baik-baik saja." Titik selesai sampai disana. Tanpa diikuti dengan cerita panjang. Aku pun tengah belajar untuk menaikkan toleransiku terhadap tekanan dan stres yang kuhadapi. Dalam batas tertentu, biasanya aku sudah butuh untuk berpenampilan baru seolah me restart hidupku, namun kurasa kini, toleransiku semakin meningkat, bahkan mama dengan heran nya sudah menanyakan, "yakin belum mau potong rambut?". Aku bahagia, alhamdulillah. Aku percaya seperti yang Tere Liye tuliskan, seperti yang Fik ungkapkan, disaat aku berhasil melewati suatu masalah, maka keadaanku sudah pasti tidak sama lagi. Aku akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya, lebih tangguh, dan lebih berpengalaman dalam hidup. Aku sadar persis kemampuan toleransiku terhadap tekanan tidak sebaik orang lain disekitarku, untuk itu aku pun tidak akan memaksakan lebih, aku yakin Allah tau sampai dimana mampu ku. Aku yakin Allah tidak akan mendiamkan aku sendiri. Aku yakin dan terus berusaha belajar untuk benar-benar ikhlas menjalani semua yang Allah tetapkan. Menjalani hidupku dengan versi terbaik menurutku. Ikhtiar, ikhlas dan bersyukur.

Terimakasih untuk kesekian kali nya, karena tidak hanya di dunia nyata, di tulis ku pun kamu menjadi apa yang ku baca. Aku senang, sampai bertemu dengan aku yang baru :)



Zia

Postingan populer dari blog ini

tak pernah ada kata terlambat untuk sebuah kado

baru pulang nganterin biank -my blue notebook- ke customer service nya di gatsu tadi. ditemenin sama murobbiah yang baik hati. nyampe dikosan langsung mendadak mellow. belum berapa jam, kosan udah jadi sepi bangeet tanpa biank , ini aja ngeblog pake laptop nya Geu :'( selama seminggu gabisa liat biank, gabisa nonton, gabisa donlod running man dan barefoot friends, gabisa denger playlist gabisa ngerjain paper opa dan gabisa gabisa lainnya. sedih banget, tapi gapapa demi kesehatan biank kedepannya. really miss my lovely biank {} .  kado tampak depan tadi murobbiah yang baik hati ngasih kado ulangtahun, yang udah disiapin lebih dari sebulan yang lalu. tapi karena kitanya jarang banget ketemu akhir akhir ini jadi kado manis itu belum sempat berpindah tangan. dan kado nya lucuuu, jadi sedihh *loh* kertas kado nya sampe udah lecek banget saking udah lama nya tergeletak pasrah di mobil. tapi tentu ga ngurangin esensi ukhuwahnya dan absolutely esensi isi kadonya, tetep cantiik. yip

ala Chef

Hi! Akhirnya update blog lagi. Btw, hari ini masak. Yah biasa sih, kalau dirumah emang harus masak sendiri, karena Mama kerja, pulangnya baru sore, jadi kalau mau makan sesuatu yang masih anget ya masak sendiri. Nanti z ceritain masak apa hari ini. jari luka Tadi waktu masak ada drama! darah di cangkang telor Jadi tadi mau motong jeruk nipis, karena masaknya di toko dan gak ada talenan (alas buat motong) jadi sok-sok an motong sambil megang jeruk nipisnya, terus yah alih-alih motong jeruk nipis malah motong jari telunjuk ^^ Langsung berdarah. Sebenernya luka nya gak begitu dalam, tapi Z  biasanya kalau luka, darahnya susah berhenti. Padahal papa udah bilang, motongnya di meja aja, dialas pakai plastik. Nanti luka jarinya. Dan kejadian. Karena malu, meskipun perih langsung ditutup pakai tissue. Masih sok-sok an gamau bilang, udah ngabisin dua tissue penuh darah segar dan darahnya sampai tumpah ke cangkang telor, terus dialirin air yang banyak banget, tetep aja darahnya

Zia, pekerjaan dan teman.

Tampaknya satu-satunya alasan Zia masih bersosialisasi dan berhubungan dengan orang-orang ditempat kerja adalah bu Siska. Karena masih ada bu Siska. Karena masih punya tempat kembali untuk berkeluh kesah atau sekedar membahas kejadian bersama orang-orang diluar sana. Karena masih ada sosok yang setipikal dan sama, maka apapun yang kita bahas akan mendatangkan pemahaman yang sama tanpa perlu effort lebih untuk menjelaskan terlalu detail. Atau dalam bahasa singkatnya : hubungan mode hemat energi. Jadi bukan masalah besar harus menghadapi orang-orang diluar sana karena toh masih ada tempat untuk recharge energi karena rasa lelah setelahnya. Namun tentu perasaan yakin yang aku tulis diatas baru terasa saat sampai waktunya kita berpisah. Terdengar egois karena seperti Zia kehilangan tempat recharge energi nya, terbaca seperti ini hanya rasa sedih sepihak yang dipaksakan. Entah apa bu Sis merasakan hal yang sama. Semoga apapun yang terjadi diluar sana akan menjadi hal-hal baik untuk bu Sis d