Malam ini selepas sibuk memasak di dapur sambil menahan rasa setengah kesal setengah jengkel ngeliat suami rebahan di kamar sibuk main hp, Aku memulai obrolan. Sambil menyodorkan piring berisi nasi panas, obrolan ini dibuka dengan kalimat,
"Aku mau cerita, tapi Mas harus dengerin dari awal sampai akhir"
"Iya" Sahutnya seraya menyuap nasi.
Lalu dimulailah proses penumpahan uneg-uneg atau mungkin sebuah pengakuan dosa (?) seorang Istri yang merasa bersalah karena pernah membandingkan suami nya dengan laki-laki diluar sana.
"Kadang beberapa kali aku sedih deh Mas. Ngeliat suami orang lain, kok yo bisa so sweet gitu ke istrinya ya.. Eh Mas juga sweet sih ke Aku. Cuma beda nya, kok yo bisa suami orang lain tuh sweet nya ditunjukkan secara langsung gitu loh. Ndak malu-malu."
"Nih ya tadi, bu Civa sakit pinggang nya. Ya sebenernya wajar ajasih ibu hamil gede sakit pinggang punggung gitu kan, tapi suami nya dengan lembut usap-usap punggung sama pinggangnya tadi. Sambil ngomongin pelan-pelan ke istrinya, di sayang-sayang istrinya yang lagi sakit tuh. Dan itu kejadiannya, di pantry! Pantry loohh kan tempat umum, ada spv yang lain juga disana. Tapi ya suami nya dengan biasa aja nunjukin rasa sayang ke istrinya dalam hal yang wajar"
"Terus aku keingetan Mas. Pas aku hamil 10 apa 12 minggu gitu yang perutnya kenceng bangetttt sampai jalan harus bungkuk-bungkuk dan aku gakuat terus mutusin buat ke rumah sakit pagi itu juga dari tempat kerja. Akuu, yang udah jelas-jelas minta Mas buat nemenin periksa karena aku takut dan ga siap kalau-kalau dokter ngasih berita yang kurang enak atas kehamilanku ini, tetap aja Mas ga nemenin. Boro-boro mau nemenin ke rumah sakit, ngeliat aku berangkat dianterin driver aja ngga. Mas bahkan ga keluar selangkahpun dari area Produksi"
"Terus pas aku muntah sampai sebadan-badan, belepotan sampai jalur hijau ruang traning ke toilet office. Aku udah ngadu-ngadu sedih ke Mas, tapi jangankan nyusulin aku dan bantuin bersih-bersih, malah ngerespon wa aku dengan dinginnya. Makin poteklah hatiku rasanya pas itu"
"Dengan segala godaan syetan yang kaya gitu silih berganti menghadirkan kejadian-kejadian lama tadi dan ngebikin aku jadi sadar ga sadar ngebandingin Mas dengan laki-laki lain, Alhamdulillah Allah masih menolong aku. Allah seakan menyadarkanku untuk kembali mengingat hal-hal lain yang sudah Mas lakukan untukku selama ini dan mensyukurinya dengan baik."
"Aku inget-inget lagi siapa yang selama aku hamil selalu nerima aja rumah nya ga dibersihin berhari-hari, siapa yang tiap kali aku ga nafsu makan bela-belain nyariin makanan yang aku bisa makan, siapa yang walaupun sambil ngantuk antara sadar ga sadar, tiap kali aku tidurnya gelisah langsung usap-usap dan peluk biar bisa tidur lagi. Yaaa itu, the one and only, Masku aja yang bisa ngelakuin itu."
"Mas yang bisa diem aja ngadepin istrinya yang ngomong nya blak-blakan, kalau marah meledak-ledak, dikit-dikit nangis, ambek-ambekan, gabisa dandan, kalau masak ga enak, kalau ngomong suaranya kenceng dan jauuuuh banget lah kepribadiannya kalau dibandingin sama perempuan Jawa. Mas yang bisa ngehadepin aku dengan segala sikap ku yang kaya gini"
"Aku mikir lagi, karena aku bukan perempuan kaya bu Civaa makanya aku ga dapet suami kaya pa Dewan. Aku akhirnya sampai di kesimpulan, Mas adalah rezeki yang sudah Allah kasih untuk aku. Dan aku bersyukur atas itu. Kalau seandainya suami aku bukan orang yang seperti Mas, belum tentu dia akan sanggup dan bisa ngehandle segala kelakuan ku ini. Belum tentu kehidupan aku akan lebih mencukupkan dan menenangkan seperti yang sekarang ini. Aku yakin sepenuhnya, Allah selalu kasih yang terbaik dan aku pasti (dan harus) bisa menemukan setiap sisi baiknya. Meskipun mungkin butuh waktu, kadang bisa cepat kadang bisa lambat, tapiii pasti. Pasti selalu ada sisi baiknya"
"Udah gitu aja curhatnya" Tutupku sambil menunduk malu.
Mas beranjak membawa serta piring sisa makan nya. Berjalan ke arah westafel sembari menggoyangkan pinggul. Geol-geol dengan muka konyol nya. Goshh! Hancur sudah momen seriusku tadi. Aku tertawa lepas, semacam mengerti sign kekonyolan dan tipikal candaan kami.
Aku bersyukur dan aku mencintai Mas sepenuhnya sebagai istri. (Tentu kalimat terakhir ini kuucapkan dalam hati)
Sambil rebahan,
Istri yang merasa bersalah;
Zia🐦
Komentar
Posting Komentar
terimakasih sudah membaca ^O^