Aku harus banyak bersyukur karena Allah titipkan Mas sebagai suami, sebagai teman berbagi segalanya sepanjang usia pernikahan.
Aku disini, berada jauh dari Kinasih untuk sejenak.
Kembali ke Bandung, bukan dalam rangka menyelesaikan dan menenangkan diri. Namun kembali sebagai yang berusaha menguatkan, tengah menjulurkan tangan sebagai penopang, tengah merendahkan punggung sebagai tempat berpijak adikku yang nyaris tenggelam.
Sejujurnya aku lelah.
Bertemu adik pun aku bingung harus mulai bicara darimana. Aku sudah membuat reka adegan, puluhan kondisi, namun tak satupun yang menemui akhir.
Aku tak tau apakah langkahku benar.
Rasanya ingin berteriak kencang, aku ini hanya anak perempuan pertama. Akupun tak mengerti dan tak tau bagaimana caranya menyelesaikan semua masalah. Apa semua masalah harus aku lalui?
Apa semua hal harus aku selesaikan?
Tidak bisakah sesekali aku hanya menjadi penonton saja?
Tidak bisakah aku melewatkan beberapa hal?
Haruskah aku bertanggungjawab atas segala sesuatu nya?
Haruskah aku menjadi yang pertama untuk segala hal?
Tidak bisakah orangtuaku saja yang menjadi tameng dan menyelesaikan semua masalah?
Haruskah aku yang ada disana?
Haruskah aku yang menjadi benteng dan kalian didalamnya?
Tidak keliru kah?
Allah pasti punya maksudnya sendiri, mengumpulkan dua insan sulung dengan berbagai problematikanya masing-masing.
Hanya saja, aku pun lelah.