Belakangan saat mengenal kata galau, baper, dan sensi, apa-apa yang seseorang lakukan selalu saja ada yang memaknai demikian. Apa rasa empati mulai pudar? Apa musisi tak lagi menulis lirik lagu syahdu yang sendu? Apa pelukis tak pernah lagi melukis luka hingga tangis? Apa emosi di muka bumi hanya sisa rasa senang saja?Apa semua kejadian hanya yang melibatkan tawa bahagia saja? Wah palsu sekali.
Lalu pasti akan muncul pembelaan seperti ini:
"ya kalau bisa memilih untuk menunjukkan emosi positif kenapa harus menampilkan yang negatif? Kalau bisa bahagia kenapa harus sedih? Kalau bisa kuat dan menguatkan kenapa harus lemah?"
Lupa kah kamu bahwa yang satu ada karena terdapat pembandingnya?
bahwa sejak dulu kala dunia seputar yin dan yang.
bahwa hidup itu tentang dualitas (bahkan lebih), tentang keseimbangan
bahwa senang ada karena sedih pun dicipta
positif muncul karena ada negatifnya
bahkan malaikat pun ada lawan nya
yang baik dikatakan baik karena ada pembanding buruk nya
lihat? satu-satu nya yang tunggal hanyalah Penciptanya.
tidak dengan ciptaannya.
Menurutmu, apakah baik jika seseorang hanya mengeluarkan emosi baik saja?
ah tunggu, menurutmu emosi baik itu seperti apa?
jika sedih bagi mu adalah hal yang buruk,
maka Rasulullah telah melakukan keburukan itu jutaan tahun yang lalu
maka nabi Adam 'alaihissalam bisa jadi adalah manusia pertama yang mengajarkan keburukan
Manusia sekelas nabi dan Rasul saja butuh untuk bersedih, butuh untuk menangis
dan penciptaNya, Allah, tak pernah menghakimi dengan kalimat, "ya Rasul, engkau kok galau terus sih?"
"ya tapi kan Rasul dan nabi menangis karena ummat. Lha kamu sedih dan nangis karena apa?"
Karena apa nya bukan persoal, karena apapun alasan seseorang sedih, apa kamu ber hak untuk menghakimi sedihnya?
Sesulit itu kah untuk ber empati?
atau paling tidak, sesulit itu kah untuk diam saja?
Selanjutnya akan muncul pembelaan seperti ini, "tapi maksudku hanya supaya kamu kuat. Tidak baik membiarkan hal-hal kecil membuatmu selalu bersedih?"
Coba lihat lagi, yang menurutmu selalu itu yang bagaimana?
Yang kuat bagimu seperti apa?
Diluar sana, ada sebagian yang tidak sampai bunuh diri saja, itu sudah kuat. Maka saat setiap hari dia sibuk menangis dan menunjukkan kesedihannya, itu adalah caranya menguras habis semua hal negatif agar tidak sampai terpikirkan untuk mengakhiri hidupnya.
Ada sebagian lagi yang membiarkan semua di hidupnya terjadi begitu saja. Bukan berarti karena dia ignorance, kamu saja yang tidak merasakan bahwa sikap ketidakpeduliannya itu adalah bentuk sedihnya.
Maukah kamu untuk memulai, tidak mengukur semuanya dengan standar mu?
Bagi mu, bersajak dengan nada sendu adalah bentuk kegalauan yang hakiki.
Bagi penulisnya, bisa saja, itu adalah cara nya menyalurkan bertumpuk-tumpuk rasa tak nyaman. Atau malah tidak ada kaitannya sama sekali, ia hanya sedang ingin menulis saja. Maka sepantasnya bersyukurlah jika kamu tau dan mengerti alasan dibalik tulisnya itu, bisa jadi berpuluh tahun terlewat, sajak galau nya itu menjadi sebuah mahakarya. Yang bernyawa mati hanya sisa nama, bahkan banyak yang kemudian nama nya terlupa, diganti oleh nama-nama baru lainnya. Namun karya, meski tulis galau ngalor ngidulnya akan tetap ada.
Kamu kuat, menurutmu, bukan berarti kamu punya hak untuk melabeli orang lain lemah.
Jikalau menurut standarmu mereka lemah, bukan hak mu pula menghakimi kelemahan mereka.
Jika kamu mau sedikit ber empati, kenapa tidak tanyakan kepada mereka, apa yang terjadi?
Lalu pikirkan apa ada yang bisa kamu bantu untuk menguatkan nya?
Jangan lupa, yang menurut mu lemah belum tentu lemah.
Bagimu dia lemah. Tapi malah sebaliknya, menurutnya saat ia sedih bahkan hingga menangis adalah saat terkuat dirinya.
Karena ketika dia menangis, dia sedang menyadari proses penghambaannya. Mengakui bahwa ia adalah hamba, bahwa ia memang lemah dan butuh dikuatkan, bahwa ia menerima kelemahannya dengan baik, tanpa keangkuhan bahwa semua bisa ia lewati sendiri. Bahwa hati nya tak sekeras itu. Bahwa karena seringnya ia sendu, membuatnya tak melulu melihat orang lain sok kuat. Bahwa ia menyadari, dirinya saja bisa sesedih ini, bagaimana dengan orang lain?
Lalu, kamu ada dimana?
Dibagian menghakimi orang lain lemah?
jangan-jangan karena kamu keburu terperangkap di sikap harus selalu kuat maka kamu malu untuk lemah?
Aku sadar sepenuhnya, bahwa tulisan ini dan setiap tulisan ku sebelumnya adalah bentuk luapan emosi. Tapi jika tulisku sebegitu mengganggunya bagi yang lain, maka aku mengaku salah. Kedepannya tiap tulis, kuupayakan yang naik ke permukaan hanya yang membuat orang lain berkesan, betapa kuat nya aku. Betapa semua hidupku bahagia. Selainnya akan kucukupkan untuk diriku sendiri. Meski satu dua nya dapat kau temui disini, aku akan memilih untuk tidak lagi membahasnya. Aku tak akan bisa menjanjikan untuk menyelesaikan semua bagian sedih itu dari sini, tapi aku bisa mengupayakan untuk tak lagi menjelaskan perihal setiap tulis yang kamu baca.
Aku tengah belajar melihat dari sudut pandangmu. Betapa rasa frustasi, sedih, atau galau itu barangkali bisa menular. Serupa penyakit, mungkin kamu khawatir aku akan membuat lingkungan sekitarku ikut menjadi gloomy. Aku memahami niat tulus mu yang tidak ingin orang lain menganggapku lemah. Aku akan selalu kuat dipandang yang lain. Tak perlu khawatir. Tak perlu pula meminta maaf karena sikap ku tak akan berubah. Selain tidak lagi menjelaskan apa yang ku tulis, maka tak ada yang berbeda. Jika kamu membaca, baca saja. Tapi tanya mu tak lagi akan temui jawabnya. Karena tulis ku bukan apa yang harus dijawab.
Anggap saja aku tengah berempati kepada setiap orang yang frustasi membaca tiap postinganku sebelumnya. Aku yang salah, aku mengalah.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih sudah membaca ^O^