Ceritanya ini mau sedikit berkeluh kesah. Tentang hubungan mama dan teman baik z.
Jadi z punya teman baik, anaknya santun, selama z kenal dia ibadahnya baik, ngobrolnya nyambung dan pernah menjadi yang z doakan dengan sangat baik. Pernah.
Lalu setelah banyak malam dengan doa-doa terbaik itu dilewati, komunikasi kita berjalan baik, dia mengenal mama dengan cukup akrab juga, kita berhadapan pada beberapa hal prinsip yang ternyata kurang sejalan. Dia tetap menjadi teman baik z yang santun, dan menjadi anak yang mama senangi juga, tapi sudah tidak lagi menjadi yang didoakan dengan sangat baik seperti sebelumnya di malam-malam yang z lewati setelah menyadari beberapa hal prinsip kita ternyata tidak sejalan.
Nah, penyakit hati z muncul beberapa waktu belakangan. Ketika z mulai mendoakan yang lain dengan baik pula. Dia, tetap menjadi teman baik yang z doakan dengan baik pula. Tapi tentu konteks doa nya sudah tak lagi sama. Penyakit hati z muncul ketika mama seolah menjadi punya pembanding. Lalu menampakkan dengan terlalu jelas keberpihakan beliau. Bagi z yang menjalani, ketika satu halaman sudah dibalik maka selesai. Sesekali halaman sebelumnya itu dibaca untuk menjadi gambaran agar lebih berhati-hati pada halaman selanjutnya. Tapi tidak untuk tetap di halaman yang sama meski cerita sudah usai, tidak lagi sama, atau halamannya sudah penuh terisi. Maka ketika z memutuskan untuk menyudahi mendoakannya dengan sangat baik, ya sudah usailah. Kini z fokus mendoakan pada yang lain. Karena kelak yang akan menjalani ini adalah z sendiri, maka keberhati-hatian adalah hal penting yang z pertimbangkan. Namun mama, dengan segala rasa sayang dan penilaian subjektifnya sendiri, punya rasa keberhati-hatian yang unik pula. Yang membuat ini menjadi sejenis tantangan bagi z dan yang sedang z doakan, untuk mengambil hati dan rasa percaya nya mama. Agar mama pun membuka atau paling tidak memberi kesempatan yang sama dan cukup adil.
Penyakit hati nya adalah, rasa cemburu z pada keberpihakan mama yang terlalu jelas. Rasa kurang enak z pada yang tengah z doakan dan mengupayakan mendekati mama namun belum mendapatkan kesempatan yang sama dengan teman baik z sebelumnya. Padahal doa terbaik itu sudah tidak lagi ditujukan untuknya.
Sebagai anak, z yakin orangtua hanya ingin yang terbaik untuk anak nya. Itu kenapa z sayang mama dan menjadikan sikap beliau saat ini sebagai ujian saringan untuk membuktikan apakah benar yang z pilih untuk didoakan dengan sangat baik saat ini, adalah yang benar-benar baik dan tepat untuk masa depan. Namun, meski sedikit, tetap tak purna rasa khawatir di hati. Ada rasa was-was pabila teman baik z merasa kurang nyaman. Seperti layangan, yang ingin lepas mengangkasa namun terikat seutas benang. Atau seperti kucing, yang merasa tak enak jika mengembara jauh karena selalu ditunggui datangnya dengan sekaleng ikan ditempat yang sama. Seolah rasa setia sang kucing tengah di uji. Disisi lain, khawatir lebih pada diri z sendiri. Jika mama tak kunjung usai rasa keberpihakannya pada yang satu, maka akan menjadi sulit bagi entah siapapun nanti yang berani untuk bertamu. Z belum akan mengkhawatirkan yang saat ini tengah z doakan dengan sangat baik, karena hingga hari ini, ia masih megupayakan daya usaha nya memikat hati mama. Jadi rasanya belum perlu untuk dipusingkan. Semoga jika Yang Agung menghendaki, dilembutkan pula lah hati kami, anak-beranak yang sama-sama mencari sosok terbaik tadi.