Langsung ke konten utama

Roller coaster -ditulis sebagai sebuah cerpen-

Roller coaster
beberapa kondisi yang membuat kita saling mendengar suara satu sama lain :
  • aku sakit
  • kamu sakit
  • mengevaluasi apa yang sudah terlalui
siang ini, poin ketiga membuat kita menikmati lebih dari 60menit dengan hp di telinga. bercerita dan diceritakan tentang apapun. menanyakan kabar , mendengarkan suara serak yang saat aku tanya "lagi flu?" kamu mengelak, padahal sibuk tiap sebentar menghela pilek.

saling melempar tanya "berapa IP kemarin?", "apa maksudnya mawar hitam ditulisan mu?, “cerita apa aja ke mama?”, “siapa aja yang tau tentang ini?” menjadi semacam bermain roaller coaster kata-kata. dimana ada saatnya mendaki ketinggian perlahan dan penuh ketegangan, lantas meluncur dengan kecepatan tinggi dan penuh euforia. berteriak, tertawa bercampur takut dan puas.

sesaat menuju puncak, kamu bertanya, "dari sejak terakhir kali ke Bandung sampai sekarang apa yang kamu ngga suka?" aku diam. mengalihkan ke banyak hal lain meski akhirnya tidak bisa mengelak lagi. aku jawab, "aku tidak suka kamu yang jauh, namun aku tidak bisa merubah apa-apa untuk itu. aku tidak suka kamu yang jarang memberi kabar, meski telah berulang kali aku katakan "setidaknya jika kamu sibuk dan tidak akan bisa menghubungi dalam beberapa waktu, kamu bilang. jadi aku tidak harus sibuk mencari dan menduga atau bahkan kesal sendiri" aku tidak suka saat komunikasi kita hanya seputar tiga pertanyaan, sedang apa, lagi dimana dan sudah makan. seringkali aku berfikir, benar kamu akan selalu bertanya pertama, namun aku adalah pihak yang selalu membuka pembicaraan pertama. menceritakan banyak hal. karena aku ingin kamu melihat, ini hariku, ini temanku, ini orang-orang yang aku sayang, ini yang terjadi kepadaku. dan sayangnya kamu sangat jarang sekali memberi aku kesempatan dengan porsi yang seimbang.”

aku selesai dengan jawabanku, lantas menuntut jawabmu. kamu terdiam, panjang. lalu menghela napas, "aku tidak suka saat tau kamu sakit. tidak pernah suka saat aku tidak ada ketika seharusnya ada. tidak suka saat aku seharusnya bisa mengingatkan, sehingga paling tidak bisa mencegah kemungkinan kamu terluka, sakit atau merasa tidak nyaman dengan suatu kejadian."

kamu selesai dengan jawabanmu. giliran aku yang terdiam lebih lama. jawabanmu seperti mengantarkan kita pada pemberhentian rollercoaster ini. meninggalkan aku yang tergugu dengan sisa kecemasan dan wajah pucat pasi. kamu mengkhawatirkan aku sedangkan aku masih sibuk larut mencemaskan hatiku sendiri.

ketika telah tiba saatnya kita harus turun meninggalkan rollercoaster ini, aku menjadi sedih. kamu menyadari hal itu. menyadari perubahan nada suaraku kemudian sibuk membujuk, akan segera ada waktu ketika kita tidak hanya sekedar bermain rollercoaster kata-kata, tapi dengan rollercoaster sungguhan, bahkan lebih. menikmati bintang dan bulan yang selalu kamu suka, menanti tetes hujan turun, mencicipi berbagai eskrim dan coklat atau berburu doraemon yang selalu kamu inginkan. bisakah kamu mempercayaiku dan menunggu sedikit lagi? tolong, tersenyumlah (kemudian kamu tertawa sendiri, menyadari kita sedang terpisah jarak beberapa puluh kilometer. tersambung melalui sinyal telepon, maka tidak mungkin untuk menatapku tersenyum) paling tidak tertawalah”

aku tertawa karena jokes mu selanjutnya sebelum kita benar-benar mengakhiri pertukaran suara siang ini. aku rindu, tentu. katamu, kamu juga sama. tapi setidaknya kita berdua paham, lebih dari 60menit ini sudah menguapkan banyak dari rindu-rindu yang kita tabung.
"aku diam, kamu diam dan kita berdua sama-sama paham" (bg Mireza Fitriadi)
***
terinspirasi menuliskan cerita ini setelah membaca statusnya bg Kojak (Mireza Fitriadi - Hukum UGM ‘10)
dan membaca ulang novel Dee - Recto Verso

Komentar

Postingan populer dari blog ini

tak pernah ada kata terlambat untuk sebuah kado

baru pulang nganterin biank -my blue notebook- ke customer service nya di gatsu tadi. ditemenin sama murobbiah yang baik hati. nyampe dikosan langsung mendadak mellow. belum berapa jam, kosan udah jadi sepi bangeet tanpa biank , ini aja ngeblog pake laptop nya Geu :'( selama seminggu gabisa liat biank, gabisa nonton, gabisa donlod running man dan barefoot friends, gabisa denger playlist gabisa ngerjain paper opa dan gabisa gabisa lainnya. sedih banget, tapi gapapa demi kesehatan biank kedepannya. really miss my lovely biank {} .  kado tampak depan tadi murobbiah yang baik hati ngasih kado ulangtahun, yang udah disiapin lebih dari sebulan yang lalu. tapi karena kitanya jarang banget ketemu akhir akhir ini jadi kado manis itu belum sempat berpindah tangan. dan kado nya lucuuu, jadi sedihh *loh* kertas kado nya sampe udah lecek banget saking udah lama nya tergeletak pasrah di mobil. tapi tentu ga ngurangin esensi ukhuwahnya dan absolutely esensi isi kadonya, tetep cantiik. yip

ala Chef

Hi! Akhirnya update blog lagi. Btw, hari ini masak. Yah biasa sih, kalau dirumah emang harus masak sendiri, karena Mama kerja, pulangnya baru sore, jadi kalau mau makan sesuatu yang masih anget ya masak sendiri. Nanti z ceritain masak apa hari ini. jari luka Tadi waktu masak ada drama! darah di cangkang telor Jadi tadi mau motong jeruk nipis, karena masaknya di toko dan gak ada talenan (alas buat motong) jadi sok-sok an motong sambil megang jeruk nipisnya, terus yah alih-alih motong jeruk nipis malah motong jari telunjuk ^^ Langsung berdarah. Sebenernya luka nya gak begitu dalam, tapi Z  biasanya kalau luka, darahnya susah berhenti. Padahal papa udah bilang, motongnya di meja aja, dialas pakai plastik. Nanti luka jarinya. Dan kejadian. Karena malu, meskipun perih langsung ditutup pakai tissue. Masih sok-sok an gamau bilang, udah ngabisin dua tissue penuh darah segar dan darahnya sampai tumpah ke cangkang telor, terus dialirin air yang banyak banget, tetep aja darahnya

Zia, pekerjaan dan teman.

Tampaknya satu-satunya alasan Zia masih bersosialisasi dan berhubungan dengan orang-orang ditempat kerja adalah bu Siska. Karena masih ada bu Siska. Karena masih punya tempat kembali untuk berkeluh kesah atau sekedar membahas kejadian bersama orang-orang diluar sana. Karena masih ada sosok yang setipikal dan sama, maka apapun yang kita bahas akan mendatangkan pemahaman yang sama tanpa perlu effort lebih untuk menjelaskan terlalu detail. Atau dalam bahasa singkatnya : hubungan mode hemat energi. Jadi bukan masalah besar harus menghadapi orang-orang diluar sana karena toh masih ada tempat untuk recharge energi karena rasa lelah setelahnya. Namun tentu perasaan yakin yang aku tulis diatas baru terasa saat sampai waktunya kita berpisah. Terdengar egois karena seperti Zia kehilangan tempat recharge energi nya, terbaca seperti ini hanya rasa sedih sepihak yang dipaksakan. Entah apa bu Sis merasakan hal yang sama. Semoga apapun yang terjadi diluar sana akan menjadi hal-hal baik untuk bu Sis d