Boleh ku tarik kesimpulan, jika kau sebenarnya, punya waktu?
sekedar untuk menyapa aku
sederhana saja, namamu acapkali hadir di daftar
segelintir orang yang melihat ku
yang ku akui, sebagian sengaja ku tebar
karena ingin memberi kabar
kabar pada kau yang tak kunjung bertanya
apa lima sesi kembang api berlalu
kurang untuk membuatmu mengerti
masa dimana aku butuh hadirmu?
Baiklah, mari kita urai simpul ini satu satu
meski yang melakukan nya hanya aku
biar ku pinjam kata kita
boleh sedikit mengurangi kenyataan kau yang tak lagi hadir disana
Mulai dari, apa kita teman?
jika tanya aku, sudah tentu jawabnya adalah ya
saling kenal, berbagi episode cerita yang sama,
sudah cukup untuk memasukkan namamu dalam list teman
Lalu, tadi malam, seseorang yang mengganjilkan
temu kita sore itu menanyai, "apa kalian tetap teman, jika dia tidak bersikap layaknya teman?"
menurutnya, bagiku teman sesederhana, aku mengenalnya, dia mengenalku dan kita berhubungan dengan baik. Tapi lanjutnya, "bagiku teman adalah hubungan dua arah. Saling membutuhkan, saling melengkapi, saling menopang."
Ia memberiku sudut pandang baru dari kamus teman selama ini.
Kau tau, bagiku, meski kita tidak bertemu sekian lama dan tidak berkomunikasi sekian waktu,
semestinya tidak ada yang berubah dengan status pertemanan itu.
Lain soal jika kita membahas teman hidup, maka definisi menurutnya turut ku amin kan.
Namun, jika ku renung ulang kan,
benar pula lah yang ia ungkapkan.
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang sibuk berkeluh kesah?
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang ramai membagi bahagia?
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang mulai menyadari kapan kurasa kau butuh aku?
bagaimana bisa kita teman, jika akhirnya aku ada di posisi menceritakan engkau diam-diam penuh rasa kesal dan rindu, dibelakang?
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang mentasbihkan engkau sebagai teman?
menurut mu bagaimana?
Selanjutnya perihal, jika kau membaca aku dan tulisan ku tentang mu.
Aku sadar sepenuhnya, menulis banyak di halaman ini tentu tidak bisa melarang
siapapun untuk menemukan dan membaca nya
bahkan kalau boleh kuhapus malu, ku akui, sebagian diriku ingin engkau menemukan dan membaca nya.
sebagian lagi, tidak.
bukan soal apa kau membaca aku atau tidak, meski kau sudah menjadi bagian dari yang aku tuliskan,
bukan soal apa kau menemukan tulisanku atau tidak,
tapi perihal, jika kau tak sengaja membaca nya dan menemukan bagaimana rasa yang sudah ku akui dan ku terima tentangmu,
apa kau keberatan?
apa hal itu yang menjadi tembok tak kasat mata diantara kita kini?
Perlu untuk ku sampaikan,
perasaanku, urusanku, persoalanku
tak ada sangkut paut kepada orang yang kuberi rasa
aku perlu untuk mengakui perasaanku,
agar aku bisa menata pagar pagar baru
bukan penghapusan pada hubungan semula
dan semestinya engkau,
tak perlu menyoalkan itu
tak perlu merasa turut bertanggungjawab
karena perasaanku tak beriring tanya yang perlu jawab.
tapi jika menurutmu, pertemanan kita menjadi tidak sehat karena rasa sepihak,
dan kau tak nyaman lagi
maka tolong beri tau aku
beri aku waktu untuk mempersiapkan kepergian ku dari laman ini
bukan, bukan karena aku tidak ingin ditinggalkan
aku hanya mencoba sedikit lebih adil,
meninggalkan laman ini bersama.
aku pergi, kau berlalu
kita menjadi masa lalu.
barangkali nanti, kita kembali dengan kertas baru.
jika ternyata ditakdirkan untuk masih di satu buku.
jika tidak, kita ada di buku berbeda
satu pustaka.
Mungkin nanti, aku yang akan membaca engkau.
kemudian meneruskan dengan bait doa dan pengharapan.
hal yang ulang-berulang dan tetap akan ku lakukan,
meski judul cerita sudah beda.
sekedar untuk menyapa aku
sederhana saja, namamu acapkali hadir di daftar
segelintir orang yang melihat ku
yang ku akui, sebagian sengaja ku tebar
karena ingin memberi kabar
kabar pada kau yang tak kunjung bertanya
apa lima sesi kembang api berlalu
kurang untuk membuatmu mengerti
masa dimana aku butuh hadirmu?
Baiklah, mari kita urai simpul ini satu satu
meski yang melakukan nya hanya aku
biar ku pinjam kata kita
boleh sedikit mengurangi kenyataan kau yang tak lagi hadir disana
Mulai dari, apa kita teman?
jika tanya aku, sudah tentu jawabnya adalah ya
saling kenal, berbagi episode cerita yang sama,
sudah cukup untuk memasukkan namamu dalam list teman
Lalu, tadi malam, seseorang yang mengganjilkan
temu kita sore itu menanyai, "apa kalian tetap teman, jika dia tidak bersikap layaknya teman?"
menurutnya, bagiku teman sesederhana, aku mengenalnya, dia mengenalku dan kita berhubungan dengan baik. Tapi lanjutnya, "bagiku teman adalah hubungan dua arah. Saling membutuhkan, saling melengkapi, saling menopang."
Ia memberiku sudut pandang baru dari kamus teman selama ini.
Kau tau, bagiku, meski kita tidak bertemu sekian lama dan tidak berkomunikasi sekian waktu,
semestinya tidak ada yang berubah dengan status pertemanan itu.
Lain soal jika kita membahas teman hidup, maka definisi menurutnya turut ku amin kan.
Namun, jika ku renung ulang kan,
benar pula lah yang ia ungkapkan.
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang sibuk berkeluh kesah?
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang ramai membagi bahagia?
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang mulai menyadari kapan kurasa kau butuh aku?
bagaimana bisa kita teman, jika akhirnya aku ada di posisi menceritakan engkau diam-diam penuh rasa kesal dan rindu, dibelakang?
bagaimana bisa kita teman, jika hanya aku yang mentasbihkan engkau sebagai teman?
menurut mu bagaimana?
Selanjutnya perihal, jika kau membaca aku dan tulisan ku tentang mu.
Aku sadar sepenuhnya, menulis banyak di halaman ini tentu tidak bisa melarang
siapapun untuk menemukan dan membaca nya
bahkan kalau boleh kuhapus malu, ku akui, sebagian diriku ingin engkau menemukan dan membaca nya.
sebagian lagi, tidak.
bukan soal apa kau membaca aku atau tidak, meski kau sudah menjadi bagian dari yang aku tuliskan,
bukan soal apa kau menemukan tulisanku atau tidak,
tapi perihal, jika kau tak sengaja membaca nya dan menemukan bagaimana rasa yang sudah ku akui dan ku terima tentangmu,
apa kau keberatan?
apa hal itu yang menjadi tembok tak kasat mata diantara kita kini?
Perlu untuk ku sampaikan,
perasaanku, urusanku, persoalanku
tak ada sangkut paut kepada orang yang kuberi rasa
aku perlu untuk mengakui perasaanku,
agar aku bisa menata pagar pagar baru
bukan penghapusan pada hubungan semula
dan semestinya engkau,
tak perlu menyoalkan itu
tak perlu merasa turut bertanggungjawab
karena perasaanku tak beriring tanya yang perlu jawab.
tapi jika menurutmu, pertemanan kita menjadi tidak sehat karena rasa sepihak,
dan kau tak nyaman lagi
maka tolong beri tau aku
beri aku waktu untuk mempersiapkan kepergian ku dari laman ini
bukan, bukan karena aku tidak ingin ditinggalkan
aku hanya mencoba sedikit lebih adil,
meninggalkan laman ini bersama.
aku pergi, kau berlalu
kita menjadi masa lalu.
barangkali nanti, kita kembali dengan kertas baru.
jika ternyata ditakdirkan untuk masih di satu buku.
jika tidak, kita ada di buku berbeda
satu pustaka.
Mungkin nanti, aku yang akan membaca engkau.
kemudian meneruskan dengan bait doa dan pengharapan.
hal yang ulang-berulang dan tetap akan ku lakukan,
meski judul cerita sudah beda.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih sudah membaca ^O^