ku ambil buluh sebatang
ku potong sama panjang
ku raut dan kutimbang dengan benang
kujadikan layang-layang
"Ayo!"
Lincah gerak kaki mu diantara rumput hijau
menarik segulung benang yang bertumpuk pada kaleng bekas sarden
Kamu tersenyum
semilir angin menggoyang anak rambut
sekali dua kamu sibuk merapihkan
"potong rambut makanya!" ujarku yang kamu balas cengiran tak berdosa, aku-belum-menemukan-pangkas-rambut-yang-sesuai, kira-kira begitu arti cengiran itu
Kita sudah mencapai bukit landai
matahari cerah, tak begitu terik
angin berhembus syahdu
katamu, ini waktu yang tepat menerbangkan layangan. Lantas sibuk menggedor pintu kamarku dan memastikan tidak ada agenda lain selain menerbangkan layangan ini bersamamu.
"tunggu disini!" suaramu nyaris hilang ditelan keseriusan pada benang dan layangan
aku menurut, duduk manis dibawah pohon cemara
bermain... berlari...
bermain layang-layang
musim-musim ini, angin berhembus baik sepanjang siang hingga petang
langit biru di atas bukit landai tak perlu menunggu lama
dihiasi warna-warni kertas minyak
meliuk anggun
sesekali
saling adu
menggilas benang gelasan
"layangku naik, mau coba?" tawarmu menggoda
Aku menatap ragu, aku-seumur-umur-tak-pernah-memainkan-layangan
tersenyum bodoh, kamu mengangsurkan gulungan benang
kita berdiri bersisisan
kamu dengan rambut nyaris gondrong tak beraturan, kumis dan jenggot tipis berantakan, celana pendek, kaus oblong biru tua dan sendal jepit
aku dengan rok putih motif bunga lili biru, kaus dusty blue dan kerudung senada,
katamu, "kamu hanya perlu tarik ulur sedikit"
"tarik ulur?"
"ya. Ikuti gerak angin. Jika terlalu kencang, ulur benangnya. Jika begitu sepoi, tarik sedikit agar layangan tidak jatuh"
tidak butuh waktu lama untukku tenggelam
dalam gerak angin, liukan layangan dan tarian benang gelasan
kamu tertawa renyah, teringat muka berlipat ku sebelumnya
berpikir menerbangkan layangan merupakan hal membosankan
tentu saja, aku memakan mentah-mentah anggapan itu
justru enggan mengembalikan gulungan benang ke tangan mu,
tepat tiga detik setelah kita berebut benang, layangan itu putus. Terbang pasrah meliuk dibawa angin lembah, lalu hilang dan untaian benang melemah.
tawa kita merekah bersama, salahku yang keras kepala tak mengembalikan benang
"maafkan" kataku ringan disela tawa
kamu jawab dengan lambaian tangan, tak-apa-ganti-saja-dengan-eskrim-coklat-vanilla, arti lambaian tanganmu itu
aku tersenyum, baiklah
"kamu hanya perlu tarik ulur" katamu lagi
"tarik ulur?"
"ya. Ikuti anginnya.."
"Jika terlalu kencang, ulur benangnya. Jika begitu sepoi, tarik sedikit agar layangan tidak jatuh" sela ku. Salahmu mengulang kalimat yang sama dalam kurun satu jam.
kamu tertawa, mengulurkan tangan lalu menunjukkan daun kering yang tidak sengaja jatuh tepat diatas kepalaku,
lirih katamu, "seperti komitmen. Ikuti rima nya, sekali waktu tarik agar fokus nya pada mu, diwaktu lain, ulur agar penasaran terhadapmu."
"kamu begitu?"
"ah. eh, entahlah" jawabmu tersipu lalu sibuk merapikan benang gelasan
Aku menatap punggungmu
menghela napas dalam
balik kanan, melangkah lebar-lebar
"kemana?" teriakmu heran
"pulang!"
berlari kubawa ketanah lapang
hatiku riang dan senang
jangan main-main dengan hatiku.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih sudah membaca ^O^