Langsung ke konten utama

Perihal menatap.

Beberapa waktu terakhir ada hal yang mulai ku perhatikan karena menyadari untuk tindakan yang sama "eksekusi"nya berbeda. Kali ini tentang, menatap.

Bagiku, menatap lawan bicara saat berkomunikasi adalah hal yang penting. Mata dengan segala bentuk dan raut nya menyiratkan bahasa yang jauh lebih jujur dibanding yang tersampaikan lewat mulut.

Aku terbiasa menatap lawan bicaraku dan memperhatikan bagaimana cara mereka menatapku. Melalui tatapan aku bisa merekam dengan baik, bagaimana ekspresinya saat berbicara, gesture tubuhnya, dan hal tersirat yang tak mampu ia utarakan dengan kalimat.

Aku tidak tau bagaimana dengan oranglain, namun bagiku, ketika aku menatap lawan bicaraku biasa saja, hanya sekedar menatap, maka besar kemungkinan bahwa tidak ada hal spesial diantara kami. Hanya ada hubungan umum seperti teman kerja misalnya atau teman main. Menatap dengan biasa, hmm ku deskripsikan sebagai tatapan yang tidak tajam, mata yang tidak begitu membola, dan saat senyum tidak terlalu hilang matanya dan tidak terlalu tertarik pipinya 😅

Lain hal saat aku menatap pada orang yang ku hormati, bisa karena usianya lebih tua, atau kepada yang lebih berilmu, atau lebih senior, atau atasan, tatapanku menjadi lebih menggebu karena haus akan ilmu dan hikmah dari perjalanan hidup mereka. Tatapan menggebu ku deskripsikan sebagai mata yang seringkali mengecil dengan alis nyaris bertaut. Kadang diselingi dengan anggukan pertanda setuju dan turut mengaminkan nasehat atau dahi mengeryit tatkala ada yang kurang sepaham atau menarik untuk diperbincangkan lebih dalam.

Saat berhadapan dengan yang lebih muda atau anak kecil, tatapanku meneduh. Tatap yang ingin menenangkan, melindungi, menyayangi dan mengayomi. Tatap yang diiringi senyum hangat, mata yang tersenyum namun tak hilang, mulut yang kerapkali terbuka seraya mengeluarkan ekspresi berlebih, menyamakan usia mental kami. Saat harus mendidik, ekspresi heboh ini lenyap diganti kalimat dan tatap mata membujuk yang tegas.

Lain soal saat aku bertemu dengan seseorang yang hadirnya dalam radius pandang mampu membuat degup jantungku lebih kencang dari biasanya. Seseorang yang sekali dua melintas, kesalahan tingkah ku menjadi amat jelas. Jika kuingat ulang, caraku menatap terlalu beragam. Sekali waktu saat ingin teasing him karena ku yakin aku akan menang melawannya, maka aku akan berani menatap matanya langsung. Bukan tatapan yang dalam, tapi tatap jenaka dengan smirk berpolah meremehkannya. Saat seperti ini adalah saat aku memposisikannya sebagai teman dekat. Seperti kebanyakan orang lainnya pula, ketika butuh memahaminya lebih atau butuh untuk memastikan hadirnya di percakapan kami, maka aku akan mencari tatapnya untuk kemudian menatapnya jauh ke dalam. Disaat seperti ini, pada seorang yang salah, dia terlihat sibuk mengalihkan bola mata nya dariku. Ia tahu aku tengah mencari dan ia tak ingin aku menemukannya. Sikapnya yang sepert ini kemudian yang meyakinkan aku, bahwa ada bagian diri nya yang sudah ia tutup rapat karena sudah ada yang menghuni sudut itu hingga hari ini. Yang akan membuatnya menjadi pendosa jika ia membiarkan tatap ku singgah ke sudut itu. Ia mungkin tidak sadar, sikapnya yang berusaha agar aku tidak menemukan justru menuntun ku pada kenyataan bahwa ia tengah menolakku dengan penghindaran yang tanggung. Tatapan lainnya ketika aku diposisi menjadi pendengarnya. Tatap mata segaris kala ekspresinya terlalu lucu, mata membola penuh saat begitu tertarik dengan obrolannya, dan seringkali tanpa kusadari diiringi dengan nada suara tinggi saat bercakap. Menjadi tinggi karena begitu excited ingin mencurahkan banyak padanya. Apa aku tak punya tatap tersipu? Tentu ada. Kala kondisi menjadi kebalikan, saat ia yang tengah mencari ku, dan aku terlalu malu untuk ditemukan secepat itu. Tatap tersipu, tatap yang ingin sembunyi tapi ditempat yang seluruh dunia tau, agar ia paham bahwa aku ingin ditemukan tapi seolah setelah proses pencarian panjang. Agak berbeda ketika kondisinya aku tengah kecewa, tatap yang wajarnya sendu kerapkali menjadi sinis, karena tengah membangun benteng agar tak menjadi lemah seketika. Ketika sendu nya terlalu dalam maka akan berkamuflase menjadi tatap datar. Seolah sudah tak ada lagi ia dibagian tatap itu. Sedang puncaknya, tatap nanar yang seiring hela tarik-lepas napas, beriring pula tangis menganak sungai.

Banyak tatap tanpa perlu diberi kalimat, mampu menjabarkan banyak keadaan yang sebenarnya. Karena seringkali saat kalimat dirangkai lalu diucap dengan susun dan padu padan kata yang tenang, mata sebenarnya tengah menampilkan ombak tinggi menggulung. Hingga bagi mereka yang tak terbiasa memahami arti tatap, ketenangan lah yang ia tangkap.

Nah sampai disini, beberapa bentuk tatap. Tatapku.

Postingan populer dari blog ini

tak pernah ada kata terlambat untuk sebuah kado

baru pulang nganterin biank -my blue notebook- ke customer service nya di gatsu tadi. ditemenin sama murobbiah yang baik hati. nyampe dikosan langsung mendadak mellow. belum berapa jam, kosan udah jadi sepi bangeet tanpa biank , ini aja ngeblog pake laptop nya Geu :'( selama seminggu gabisa liat biank, gabisa nonton, gabisa donlod running man dan barefoot friends, gabisa denger playlist gabisa ngerjain paper opa dan gabisa gabisa lainnya. sedih banget, tapi gapapa demi kesehatan biank kedepannya. really miss my lovely biank {} .  kado tampak depan tadi murobbiah yang baik hati ngasih kado ulangtahun, yang udah disiapin lebih dari sebulan yang lalu. tapi karena kitanya jarang banget ketemu akhir akhir ini jadi kado manis itu belum sempat berpindah tangan. dan kado nya lucuuu, jadi sedihh *loh* kertas kado nya sampe udah lecek banget saking udah lama nya tergeletak pasrah di mobil. tapi tentu ga ngurangin esensi ukhuwahnya dan absolutely esensi isi kadonya, tetep cantiik. yip

ala Chef

Hi! Akhirnya update blog lagi. Btw, hari ini masak. Yah biasa sih, kalau dirumah emang harus masak sendiri, karena Mama kerja, pulangnya baru sore, jadi kalau mau makan sesuatu yang masih anget ya masak sendiri. Nanti z ceritain masak apa hari ini. jari luka Tadi waktu masak ada drama! darah di cangkang telor Jadi tadi mau motong jeruk nipis, karena masaknya di toko dan gak ada talenan (alas buat motong) jadi sok-sok an motong sambil megang jeruk nipisnya, terus yah alih-alih motong jeruk nipis malah motong jari telunjuk ^^ Langsung berdarah. Sebenernya luka nya gak begitu dalam, tapi Z  biasanya kalau luka, darahnya susah berhenti. Padahal papa udah bilang, motongnya di meja aja, dialas pakai plastik. Nanti luka jarinya. Dan kejadian. Karena malu, meskipun perih langsung ditutup pakai tissue. Masih sok-sok an gamau bilang, udah ngabisin dua tissue penuh darah segar dan darahnya sampai tumpah ke cangkang telor, terus dialirin air yang banyak banget, tetep aja darahnya

Zia, pekerjaan dan teman.

Tampaknya satu-satunya alasan Zia masih bersosialisasi dan berhubungan dengan orang-orang ditempat kerja adalah bu Siska. Karena masih ada bu Siska. Karena masih punya tempat kembali untuk berkeluh kesah atau sekedar membahas kejadian bersama orang-orang diluar sana. Karena masih ada sosok yang setipikal dan sama, maka apapun yang kita bahas akan mendatangkan pemahaman yang sama tanpa perlu effort lebih untuk menjelaskan terlalu detail. Atau dalam bahasa singkatnya : hubungan mode hemat energi. Jadi bukan masalah besar harus menghadapi orang-orang diluar sana karena toh masih ada tempat untuk recharge energi karena rasa lelah setelahnya. Namun tentu perasaan yakin yang aku tulis diatas baru terasa saat sampai waktunya kita berpisah. Terdengar egois karena seperti Zia kehilangan tempat recharge energi nya, terbaca seperti ini hanya rasa sedih sepihak yang dipaksakan. Entah apa bu Sis merasakan hal yang sama. Semoga apapun yang terjadi diluar sana akan menjadi hal-hal baik untuk bu Sis d